Social Icons

Senin, 18 April 2016

Ketika Hidayah Menyapa Hidupku…


Bismillahirrahmaanirrahiim, dari Muhammad, Rasulullah, untuk Heraclius, Penguasa Romawi. Salam sejahtera kepada mereka yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya aku bermaksud mengajak kamu memeluk Islam.Masuklah Islam, niscaya kamu akan selamat . Masuklah Islam niscaya Allah akan menganugerahimu dua pahala sekaligus. Jika kamu berpaling dari ajakan ini, maka kamu akan menanggung dosa seluruh pengikutmu. ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah ‘. ” (Surat Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam kepada Penguasa Romawi, Heraclius)

Saat yang paling membahagiakan dalam hidup manusia adalah saat hidayah Islam hadir menyinari hari-harinya. Allah telah mengeluarkannya dari kegelapan kejahilan menuju cahaya petunj

ukNya. Bersyukurlah jika sejak kecil telah mengenal Islam. Walau sejatinya tiap kita dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu Islam, orang tualah yang menjadikan anaknya beragama Nasrani atau Majusi.

Alhamdulillah saya terlahir sebagai seorang muslim , dididik oleh orang tua yang jugamuslim, dibesarkan dalam lingkungan yang Islami. Bersyukur bahwa saya tak pernah mengenal apa itu perayaan-perayaan yang tidak Islami, seperti Ulang Tahun , Valentine’s Day bahkan acara syukuran Nujuh Bulanan dan yang semisalnya. Pernah sekali Eyang Putri -Rahimahullaah- karena ketidaktahuan beliau, menyelenggarakan pesta Ulang tahun untuk saya, itupun hanya sekali waktu saya berumur 3 tahun. Orang tua saya sungguh dalam posisi sulit untuk menolak. Semoga Allah merahmati beliau dan mengampuni dosa-dosanya.

Saya juga bersyukur dikenalkan dengan kebiasaan menutup aurat sejak kecil. Jadi ketika menjelang baligh, sudah tidak kaget lagi. Orang tua juga melarang saya untuk berpacaran dan bergaul bebas dengan lawan jenis. “Dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran. Kalo udah suka dan sama-sama cocok, siap untuk nikah ya mending cepet-cepet nikah aja..” begitu mereka menjelaskan. Akhirnya sampai menikahpun, saya tak pernah merasakan yang namanya pacaran. Sekalinya pacaran ya setelah menikah. Dan ternyata itu jauh lebih indah

Alhamdulillaahilladzii bini’matih tatimush-shalihaat…

Akhirnya Allah menunjuki saya dan keluarga untuk menempuh jalan itu. Jalan yang telah ditempuh oleh Rasul dan para sahabatnya. Tashfiyah wa tarbiyah. Menyadarkan saya betapa terlahir Islam saja tidaklah cukup. Islam bukan hanya agama pemberian orang tua, tapi sesuai fitrah manusia, Islam adalah jalan yang saya pilih sendiri, berbekal keyakinan penuh bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna. Mengaku Islam, tapi tidak kenal dengan Islam itu sendiri. Melakoni tata cara hidup yang jauh dan tidak sesuai dengan Islam. Betapa banyak yang seperti itu belakangan ini.

Jika kita telah terlahir dan tumbuh sebagai seorang Muslim, jangan sia-siakan nikmat paling berharga itu. Seorang kawan saya yang baru saja memeluk Islam telah merasakan beratnya memperjuangkan hidayah. Orang tuanya yang masih non muslim benar-benar menentang keputusannya untuk memeluk Islam. Bahkan ia sampai diusir, dicaci maki bahkan tak lagi diakui sebagai anak.

Tapi segala cobaan itu tidak menggoyahkan keimanannya sedikitpun. Ia yang tertarik dengan Islam karena tak sengaja membaca sebuah tafsir Al Qur’an itu kini telah menemukan apa yang selama ini dicarinya. Bahkan sekarang ia telah menikah dan berhijab rapat, bercadar pula. Masya Allah..

Kawan saya yang ini lain lagi ceritanya. Hidayah menyapanya ketika ia sedang berkuliah di sebuah PTN ternama di Jakarta. Ia yang sejak kecil sudah kenal Islam, namun baru saja mengenal bagaimana seharusnya seorang Muslim itu.. mulai menunjukkan perubahan dalam berpakaian. Yang tadinya tidak berhijab, pelan-pelan mulai berjilbab dan mengumpulkan pakaian-pakaian syar’i. Jilbab panjang dan jubah lebar. Tak disangka, ayahnya marah besar. Ia disidang, dimarahi habis-habisan, jilbab dan jubahnya dibuang lantas dibakar.

Dengan penuh air mata ia bercerita pada saya tentang betapa berat perjuangannya. Hampir-hampir ia diboikot dan dikucilkan oleh keluarganya. Bahkan sang ayah sempat mengatakan, “Udah kamu nggak usah pake jilbab. Nanti biar Bapak yang nanggung dosanya..” . Astaghfirullaah..

Seseorang pernah menceritakan kisah masa lalunya pada saya. Ia yang bekerja di dunia hiburan, rela melepas atribut dan profesinya setelah mengenal hidayah. Ia yang tadinya kerap berpenampilan seksi dan terbuka, sekarang berubah menjadi serba tertutup. Rapat mengenakan busana syar’i. Dan perubahan yang begitu cepat itu bukan tidak ada dampaknya. Tidak sedikit teman dekat yang menjauhinya karena perubahannya tersebut.

Gemerlap duniawi yang bergelimang kemaksiatan dan harta ia tinggalkan. Sering ia berkata, “Kemana saja aku selama ini? Betapa selama bertahun-tahun mataku telah tertutup dari kebenaran. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosaku dan menetapkan hidayah ini atasku. Sungguh yang paling kutakutkan adalah jika hidayah ini hilang dariku..”

Banyak kisah kawan-kawan saya yang lain dalam menemukan dan mempertahankan hidayah yang telah mereka dapatkan. Sebuah jalan yang tak mudah dan penuh rintangan. Tapi mereka tak gentar memperjuangkannya. Karena bagi mereka, manisnya iman dan taubat tidak akan pernah dapat ditukar dengan apapun juga.


“Ada tiga hal, yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu); Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya; Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah; Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya, sebagaimana bencinya jika dicampakkan ke dalam api.” (Muttafaq’alaih)

Saya yang mendengar cerita mereka rasanya sangat merugi jika tak bisa mengambilibroh darinya. Di tengah segala kemudahan yang Allah berikan, sungguh sangatlah merugi jika tidak bisa memaksimalkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Sedang mereka dengan segala keterbatasan, mampu tetap istiqamah dan bertambah baik dari hari ke hari. Ayna ana minhunna?

Semoga Allah teguhkan hidayah ini hingga ajal menjemput. Sungguh mempertahankannya jauh lebih sulit ketimbang mendapatkannya. Jagalah dengan sebaik-baiknya, genggamlah dengan seerat-eratnya.. karena sesungguhnya hidayah itu.. amat mahal harganya.


رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 7)

~ di tengah penantian, 11 Februari 2013.. yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates